Surabaya, 6 Mei 2009
Alkisah Ahmad bin Miskin hidup dengan istri dan anaknya yang masih
kecil. Kesusahan menderanya terus menerus. Tak ada pekerjaan yang
dilakukannya. Suatu Malam, setelah seharian tak secuilpun makanan masuk
kedalam perutnya, hatinya gelisah dan tak dapat tidur. Hatinya perih seperti
juga perutnya yang keroncongan. Seperti prajurit yang kalah perang, ia lesu,
lemah lunglai, dan tak ada harapan. Anaknya menangis seharian, karena tak
ada air susu dari istri yang lapar. Sungguh kefakiran ini membuatnya sangat
menderita. Timbul pemikiran darinya untuk menjual rumah yang ditempatinya.
Esoknya usai sholat subuh berjamaah dan berdoa, ia menemui sahabatnya
Abdullah as sayyad, " wahai Abdullah! bisakah kau pinjamkan aku beberapa
dirham untuk keperluan hari ini. Aku bermaksud menjual rumahku. Nanti
setelah laku akan kuganti," kata Ahmad.
"Wahai Ahmad... ambillah bungkusan ini untuk keluargamu dan pulanglah !
Nanti aku akan menyusul kerumahmu membawakan semua kebutuhanmu itu," jawab
Abdullah cepat. Maka Ahmad pun pulang ke rumah sambil terus merenung untuk
menjual rumahnya. Sungguh sakit kalau harus menjual rumah satu satunya,
sekedar untuk makan." Setelah itu saya akan tinggal dimana?" renung Ahmad.
Ahmad segera memantapkan langkahnya. Kini ia membawa bungkusan makanan
untuk keluarganya. Tentu istrinya akan gembira dan anaknya akan tertawa lucu
setelah memperoleh air susu." Terasa nikmat roti yang dibungkus ini
tentunya. Sahabat Abdullah memang sangat dermawan, sahabat sejatiku." desah
Ahmad.
Belum sampai setengah perjalanan, tiba tiba seorang wanita dengan bayi
dalam gendongannya menatap iba. "Tuan, berilah kami makanan. Anak ini anak
yatim yang kelaparan, tolonglah. Semoga Allah SWT merahmati Tuan." ratap ibu
itu.
Iba rasa hati Ahmad. Ditatapnya bayi yang digendong wanita itu. Tampak
wajah yang layu, pucat kelaparan. Sungguh memelas, tak mampu Ahmad
memandangnya lama lama. Dibandingkan dengan keluargaku, mungkin ibu dan anak ini lebih membutuhkan. " Biarlah aku akan mencari makanan yang lain untuk
keluargaku. " Ahmad membatin. "Ini ambillah ibu... aku tak punya yang lain,
semoga dapat meringankan bebannya.. Kalau saja aku punya yang lain, mungkin
aku dapat membantumu lebih banyak, ' kata Ahmad sambil menyerahkan bungkusan yang sama sekali belum disentuhnya.
Dua tetes air mata jatuh dari mata sang ibu, " terima kasih banyak tuan.
Semoga Allah membalas budi baik Tuan dengan balasan yang besar, "si ibu
berterima kasih dan menunduk hormat. Maka Ahmad pun meneruskan perjalanan.
Ia beristirahat bersandar di batang pohon sambil merenungi nasibnya.
namun ia kembali ingat bahwa sahabatnya Abdullah berjanji akan membawa
keperluannya. Dan Abdullah tak ingkar janji sekalipun. Maka bergegas ia
pulang dan di tengah jalan ia bertemu dengan Abdullah.
"Wahai Ahmad kemana saja engkau ?," tegur Abdullah tersengal sengal."
Aku mencarimu ke sana kemari. Aku datang ke rumahmu membawa keperluanmu.
namun di tengah jalan aku bertemu dengan seorang saudagar dengan beberapa
onta bermuatan penuh, Dia ingin bertemu ayahmu. Dia bilang ayahmu pernah
memberinya pinjaman 30 tahun yang lalu. Setelah jatuh bangun berdagang,
sekarang ia telah menjadi saudagar besar di Basrah. Kini ia ingin
mengembalikan uang pinjamannya keuntungan serta hadiah hadiah, jelas
Abdullah. Sekarang pulanglah, tak perlu kau jual rumah. Harta yang banyak
menunggumu, " kata Abdullah.
Kaget bukan kepalang Ahmad mendengar perkataan tersebut. " Benarkah
Abdullah ?" tanya Ahmad ragu ragu. Maka iapun berlari pulang kerumahnya. Dan
benar, singkat cerita akhirnya Ahmad menjadi orang kaya di kotanya. Namun ia
adalah orang kaya yang baik.
Ahmad gemar berbuat kebajikan, apalagi kepada sahabatnya Abdullah. Pada
suatu malam ia bermimpi. Sepertinya semua amalnya bakal dihisap oleh para
malaikat. maka pertama tama, dosa dan kesalahannya ditimbang. Wajahnya
pucat. Betapa berat dosa dosa yang dimilikinya. " Apakah amal kebaikan yang
telah ia lakukan dapat melebihi dosa dosa itu?..." Ahmad membatin.
Perlahan lahan amal kebaikannya ditimbang. Pahala berderma dengan lima
ribu dirham hanya ringan ringan saja. kata malaikat karena harus dipotong
oleh kesombongan dan riya. Demikian seterusnya. Ternyata seluruh amalannya
tetap tidak bisa mengimbangi beratnya dosa yang ia lakukan. Ahmad menangis.
Para malaikat bertanya, " Masih adakah amal yang belum ditimbang!" Masih
ada. "kata malaikat yang lain." Masih ada, yakni dua amal baik lagi."
Ternyata salah satunya adalah roti yang diberikan kepada anak yatim dan
ibunya. Makin pucatlah wajah Ahmad." Mana mungkin amalan itu dapat
menyeimbangkan dosanya yang berat," keluhnya. Malaikat pun sibuk menimbang
roti itu. Namun ketika ditimbang ternyata timbangan langsung terangkat.
Betapa beratnya bobot amalan itu. Kini timbangan Ahmad tepat seimbang.
Wajahnya sedikit tenang. Ia gembira. Sungguh diluar dugaannya.
"Namun amalan apa lagi yang tersisa ? karena ini masih seimbang."
katanya dalam hati.
Para malaikat pun mendatangkan dua tetes air mata syukur dan terharu ibu
anak yatim atas pertolongan Ahmad. Ahmad tak menyangka kalau tetes air mata
ibu anak yatim dinilai sebagai pahala untuknya. Ia bersyukur. Para malaikat
pun menimbang tetes air mata. Namun tiba tiba dua tetes air mata itu berubah
menjadi air bah bergelombang dan meluas bak lautan. Lalu dari dalamnya
muncul ikan besar. Kemudian malaikat menangkap dan menimbang ikan itu yang
disetarakan dengan amal baik Ahmad.
Ketika ikan menyentuh timbangan, maka seperti bobot yang sangat berat,
timbangan pun segera condong ke arah kebaikan." Dia selamat.... dia selamat"
terdengar teriakan malaikat. Gembiralah hati Ahmad.
" Sekiranya aku mementingkan diri dan keluarga sendiri, maka takkan ada
berat roti dan ikan itu." Ahmad termenung gembira. Anak yatim dan ibunya itu
yang telah menyelamatkan dirinya. Pada saat itu pula Ahmad terbangun dari
mimpi. Amal yang ikhlas di tengah kesempitan, bernilai tinggi di mata Allah
SWT.
Firman Allah SWT :
Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya, dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak
diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka
sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan) (QS. 6 : 160)
(Dari buku : Kisah kisah Teladan untuk keluarga : Dr.Mulyono)
"Kamu tidak akan memperoleh kebajikan,
sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.
Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu,
sungguh, Allah Maha Mengetahui"
(QS. Ali 'Imran : 92)
Lain syakartum la azi danakum
wa la in kafartum inna azabi lasyadid